Header Ads

test

7 Keputusan Partai Golkar Hasil Rapat Pleno terkait Setya Novanto

Setya Novanto (Tengah), turut hadir Nurdin Halid dan Idrus Marham
Partai Golkar menggelar rapat pleno dan menghasilkan tujuh keputusan. Ketua harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid membacakan hasil keputusan rapat yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat.

"Keputusan yang pertama bahwa DPP tetap konsisten melaksanakan hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2016, khususnya yang berkaitan dengan dukungan Partai Golkar terhadap pemerintahan Jokowi - JK," ujar Nurdin di Kantor DPP Partai Golkar Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.

Keputusan kedua, Nurdin melanjutkan, DPP Partai Golkar tetap melaksanakan keputusan rapat pimpinan nasional (rapimnas) 2016.

"Keputusan kedua, DPP berketetapan tetap berpendapat untuk tetap melaksanakan keputusan Rapimnas Partai Golkar 2016, khususnya yang berkaitan dengan pencalonan Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden di 2019," ucap dia.

"Ketiga, DPP tetap berketetapan untuk melaksanakan keputusan Rapimnas 2017, khususnya bahwa tidak akan melaksanakan Munas Luar Biasa," dia melanjutkan.

Keputusan keempat, kata Nurdin, DPP menyetujui keputusan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, menugaskan kepada dirinya selaku Ketua Harian dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham, melaksanakan koordinasi dalam menjalankan fungsi-fungsi harian, serta berkoordinasi dan melaporkannya kepada Setya Novanto.

"Keputusan kelima, berkaitan dengan proses pengambilan keputusan terhadap Undang-Undang Pemilu tanggal 20 Juli 2017 yang akan datang, maka seluruh anggota fraksi diwajibkan untuk hadir dalam memperjuangkan penugasan Partai Golkar," kata dia.

Keputusan keenam, lanjut Nurdin, DPP Partai Golkar menugaskan kepada seluruh kadernya untuk bekerja sama memenangkan Pemilu Indonesia I, II, dan seterusnya.

Serta, seluruh koordinator subwilayah provinsi Partai Golkar untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh kader berkaitan dengan kondisi terkini Partai Golkar, baik internal maupun eksternal.

"Keputusan ketujuh adalah DPP berketetapan dalam menyikapi permasalahan dan antisipasi ke depan, maka DPP tetap harus berpegang teguh pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta seluruh peraturan-peraturan pelaksanaannya," pungkas Nurdin.

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Setya Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Atas perbuatannya, Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, Setya Novanto sebelumnya tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

Dia menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP. "Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.

Tidak ada komentar